Qiyamullail artinya berdiri menghidupkan malam dengan shalat-shalat sunnah, sehingga shalat Tarawih, shalat Tahajjud, shalat Witir dan shalat-shalat sunnah lainnya di waktu malam semunya termasuk qiyamullail.
Sebetulnya shalat Tarawih juga bagian dari tahajjud, hanya saja dinamakan Tarawih karena dulu umat Islam di Makkah menyelingi setiap empat rakaat darinya dengan berehat di sekitar Ka’bah sambil melakukan tawaf, maka disebutlah Tarawih. Mendengar itu, umat Islam di Madinah tidak mau kalah, sehingga mereka melakukan shalat Tarawih sebanyak tiga puluh sembilan rakaat (bersama shalat Witir). Bahkan Imam at-Tirmizi menyebutkan bahwa sebagian ulama melakukannya sebanyak empat puluh satu rakaat. Artinya, jumlah shalat Tarawih tidak terbatas dengan delapan ataupun dua puluh rakaat saja, melainkan boleh lebih dari itu.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwasanya barangsiapa shalat bersama imam hingga imam selesai, maka dicatat baginya pahala menghidupkan satu malam penuh. Sehingga, seorang makmum bila mengikuti imam yang melaksanakan tarawih sebanyak dua puluh rakaat atau lebih, sebaiknya ia mengikutinya sampai selesai agar tidak luput darinya kebesaran pahala dimaksud. Termasuk shalat Witir, sebaiknya ia ikuti saja walaupun nantinya ia hendak melakukan shalat Tahajjud. Pasalnya, ia tidak menjamin dirinya nanti dapat melaksanakan tahajjud karena kelolosan tidur sampai subuh. Adapun bila ia terbangun di tengah malam, maka boleh-boleh saja ia melakukan shalat Tahajjud meskipun sudah melakukan shalat Witir, akan tetapi tidak boleh ia melakukan shalat Witir lagi, karena Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak boleh dua kali witir dalam satu malam.” Namun menurut sebagian ulama, boleh juga ia melanjutkan witirnya di pertengahan malam dengan satu rakaat untuk menggenapkan witir sebelumnya. Setelah itu ia melakukan shalat Tahajjud lalu menutupinya kembali dengan satu rakaat witir. Wallahu A’lam.
_____________________
* Disampaikan di Masjid Besar Attaqwa Pancor menjelang shalat Subuh, 28 Ramadhan 1440 H./2 Juni 2019 M.