Kata kafir dan non muslim sebetulnya sama saja. Hanya berbeda di penggunaannya saja. Penggunaan kata kafir hanya di antara kita sesama muslim (sebagai keyakinan kita tentang mereka). Adapun ketika kita memanggil mereka atau menyebut mereka di hadapan mereka, kata kafir tidak baik digunakan.
Allah Swt. berfirman: “Wahai orang-orang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik adalah najis.” (QS. at-Taubah: 28). Tidak berarti serta-merta kita memanggil orang musyrik yang kita temui, baik tetangga maupun sahabat, dengan panggilan: “Wahai orang najis!.”
Rasulullah Saw. saja ketika bersurat kepada Raja Romawi, beliau tidak menulis: “Kepada si kafir terlaknat”, misalnya. Melainkan beliau menulis: “Dari Muhammad bin Abdullah kepada Heraklius, Sang Penguasa Romawi Yang Agung.”
Dan di dalam al-Qur’an, Allah pun ber-khithab kepada Abu Jahal: “Rasakanlah, sesungguhnya engkaulah yang perkasa dan mulia.” (QS. ad-Dukhan: 49)
Selain berbeda di penggunaan, kata kafir sebetulnya lebih umum daripada kata non muslim. Sebab, umat Islam saja dapat dikatakan kafir, dan Allah sendiri lah yang menyebut segenap hamba-hamba-Nya dengan sebutan kafir (namun tentu saja kafir yang terpuji oleh-Nya). Allah Swt. berfirman: “Maka barangsiapa kafir (ingkar) kepada Thaghut dan beriman kepada Allah maka ia telah berpegang teguh pada tali yang kuat dan tak pernah putus.” (QS. al-Baqarah: 256)
___________________
* Disampaikan dalam khutbah Jum’at di Masjid Besar at-Taqwa Pancor Lombok Timur tanggal 8 Maret 2019.