Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Terdapat lima orang yang matinya dikategorikan mati syahid. Yaitu orang yang mati karena wabah penyakit, karena sebuah penyakit di perutnya, karena tenggelam dalam air, karena tertimpa reruntuhan, dan karena perang di jalan Allah.” Berdasarkan hadits ini, maka apa yang menimpa saudara-saudara kita di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi Tengah (Sulteng) -di mana banyak yang wafat karena tertimpa runtuhan dan hanyut tenggelam oleh tsunami- adalah sebuah anugerah yang tak biasa. Sebab, Allah Swt. telah memilih dua provinsi tersebut untuk mencetak para syahid yang kelak dibangkitkan bersama para sahabat Nabi dan syahid-syahid terkemuka lainnya. Mungkin kita menangis melihat mereka, akan tetapi mereka justru bergembira ria di alam sana.
Dalam surat al-Baqarah ayat 214 pun ditegaskan bahwa suatu kaum tidak akan masuk surga tanpa ditimpa berbagai cobaan terlebih dahulu, seperti kesusahan, kesempitan dan goncangan gempa bumi. Artinya, umat Islam di NTB dan Sulteng insyaAllah sudah resmi menjadi kandidat penghuni surga.
Daripada berprasangka negatif tentang bencana-bencana yang terjadi dengan menyebutkan azab dan murka, apalagi bila dikait-kaitkan dengan pilihan-pilihan politik, maka lebih baik kita ber-husnuzzon saja kepada Allah Swt. yang berfirman dalam sebuah hadits qudsi: “Sikap-Ku pada hamba-Ku tergantung prasangkanya kepada-Ku.” Sehingga, bencana menjadi azab jika kita menganggapnya azab. Sebaliknya, bencana menjadi rahmat dan nikmat penuh hikmah nan cinta Ilahi jika kita meyakininya demikian.
Meskipun, kita tetap berdoa untuk saudara-saudara kita di sana, karena itu demi keselamatan kita juga di sini. Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila seorang hamba mendoakan yang baik-baik untuk saudaranya yang jauh, maka malaikat mengamini doanya sekaligus mendoakan yang sama untuknya.”
Berbicara tentang kasih sayang Allah, juga mengingatkan kita kepada kaum wanita yang amat sangat disayangi oleh-Nya. Sebagian wanita muslimah barangkali risih ketika membaca atau mendengar ayat ketiga surat an-Nisa’ tentang perintah Allah untuk berpoligami. Padahal, ayat tersebut sama sekali tidak mengandung anjuran untuk berpoligami, melainkan semata-mata mengandung penegasan untuk berlaku adil terhadap kaum wanita. Jika diperhatikan dengan seksama, ayat 3 surat an-Nisa’ seutuhnya mengandung pesan-pesan berikut:
1. Jangan pernah berpikir menikahi gadis yatim yang berharta dengan niat menghabiskan hartanya, sebab itu merupakan sikap ketidakadilan terhadap wanita.
2. Jika terlanjur berpikir demikian, jangan perbaiki niatmu, melainkan urungkan saja niatmu itu secara total dan carilah wanita lain untuk kau nikahi; dua, tiga ataupun empat (masih banyak wanita lain yang dapat kau nikahi dan perlakukan secara adil).
3. Namun jika dikhawatirkan pula kau tidak dapat berlaku adil terhadap istri-istrimu nanti, maka urungkan pula niatmu untuk berpoligami dan cukup satu istri saja.
4. Jika masih saja dikhawatirkan tidak dapat berlaku adil terhadap istrimu yang satu itu (tidak memenuhi hak-haknya dengan baik), maka urungkan juga niatmu untuk menikah (jangan menikah sama sekali) dan nikmatilah budakmu saja !!!
5. Yang demikian itu lebih dekat kepada sikap adil terhadap makhluk yang sangat dikasihi dan disayangi oleh Allah Swt. yakni wanita.
Maka jelaslah bahwa ayat 3 surat an-Nisa’ tidak mengandung anjuran mutlak untuk berpoligami secara liar tanpa batasan dan pertimbangan, melainkan -pada dasarnya- justru menghargai wanita dengan setinggi-tinggi penghargaan, menjaga hak dan perasaannya serta menegaskan kepada kaum laki-laki untuk bersikap adil terhadapnya. Itu intinya. Islam pun bukan agama yang membawa poligami, melainkan agama yang membatasi poligami. Dulu, orang-orang Arab menikahi puluhan wanita, maka Islam datang untuk menekan dan membatasinya. Sekali lagi, karena sayang Tuhan kepada kaum wanita.
_______________________________
* Disampaikan dalam kajian bersama Ikatan Wanita Perbankan Nusa Tenggara Barat (IWABA NTB) di Mataram, 16 Oktober 2018.