Ka’bah dan Hati Wali *

Diriwayatkan oleh Syekh Syamsuddin at-Tabrizi bahwa suatu hari ketika Syekh Abu Yazid al-Busthami tengah dalam perjalanan menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji, beliau mengunjungi seorang sufi di Bashrah. Sufi itu menyambut kedatangan beliau dengan sebuah pertanyaan: “Apa yang anda inginkan hai Abu Yazid?” Syekh Abu Yazid menjawab: “Aku ingin mampir sejenak (untuk mengambil berkah) sebelum melanjutkan perjalanan ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji.”
“Cukupkah bekalmu untuk perjalanan ini?” tanya sang sufi.
“Cukup” jawab Syekh Abu Yazid.
“Berapa bekalmu?” sang sufi bertanya lagi.
“200 Dirham” jawab Syekh Abu Yazid.
Sang sufi itu kemudian menyarankan: “Berikan saja uang itu kepadaku, dan bertawaflah di sekeliling hatiku sebanyak tujuh kali.”
Dengan tenang dan penuh kerendahan hati Syekh Abu Yazid menyerahkan 200 Dirham itu dan sang sufi pun berpetuah: “Wahai Abu Yazid, hatiku adalah rumah Allah, dan Ka’bah juga rumah Allah. Hanya saja perbedaan antara Ka’bah dan hatiku adalah, bahwasanya Allah tidak pernah memasuki Ka’bah semenjak didirikan-Nya, sedangkan Ia tidak pernah keluar dari hatiku sejak dibangun oleh-Nya.”
Syekh Abu Yazid hanya menundukkan kepala dan sang sufi itupun mengembalikan uang itu kepada beliau seraya berkata: “Sudahlah, lanjutkan perjalanan muliamu ke Makkah.”

Syekh Abu Yazid al-Busthami adalah seorang wali yang sangat tidak asing lagi di hati para penimba ilmu tasawuf. Beliau wafat sekitar tahun 261 H. sedangkan Syekh Syamsuddin at-Tabrizi (yang meriwayatkan kisah di atas) adalah juga seorang wali besar (wafat tahun 645 H.) yang telah banyak menuangkan inspirasi dan motivasi spiritual kepada Syekh Jalaluddin ar-Rumi, penggagas Tarekat Maulawiyah (wafat tahun 672 H.)
Lantas siapakah sang sufi itu?.
_____________________________
* Disampaikan di Musholla al-Abror Pancor Lombok Timur pada tanggal 8 September 2018.