Imam al-Ghazali menjadwalkan malam Lailatul Qadar sesuai hari pertama bulan Ramadhan. Untuk tahun ini, 1437 H. karena bulan Ramadhan dimulai hari Senin, maka Imam al-Ghazali memprediksikan bahwa malam Lailatul Qadar jatuh padam malam 21 Ramadhan.
Namun bila malam tersebut terlawatkan, maka tidak perlu bersedih, karena masih ada pendapat lain yang menetapkan bahwa malam Lailatul Qadar adalah malam ke-27 Ramadhan setiap tahun/sepanjang masa. Alasannya antara lain riwayat Sayidina Ibnu Abbas yang pernah memfatwakan bahwa malam Lailatul Qadar adalah malam ke-27 Ramadhan. Ketika ditanya apa alasannya, beliau menjawab bahwa Allah telah menciptakan 7 langit, 7 bumi, 7 hari, 7 kali tawaf, 7 kali sa’i dan 7 kali/batu lontaran jumrah.
Selain itu, hakikat Lailatul Qadar sebetulnya adalah memperingati peristiwa turunnya al-Qur’an. Peristiwa tersebut sudah terjadi sekali saja di masa lampau dan di waktu yang sudah tetap. Tidak mungkin terulang lagi. Sama halnya dengan peristiwa lahirnya Rasulullah Saw. sudah terjadi di masa lampau dan di tanggal 12 Rabi’ul Awal. Sehingga, peringatan maulid beliau akan selamanya pada tanggal 12 Rabi’ul Awal setiap tahun. Tidak mungkin berubah-ubah. Begitu pula peristiwa turunnya al-Qur’an sudah terjadi di masa lampau dan di malam yang bertanggal tetap, yakni malam Lailatul Qadar (Inna anzalnahu fi lailatil qadr). Sehingga, peringatan malam Lailatul Qadar seharusnya tetap di satu tanggal bersejarah tersebut dan tidak berubah-ubah setiap tahun. Ialah malam 27 Ramadhan.
Namun pendapat lain menyebutkan bahwasanya Lailatul Qadar sesungguhnya adalah saat-saat berjumpa dengan Rasulullah Saw. sebagaimana diungkap oleh Syekh Muhammad asy-Syarif al-Hasani dalam kitab beliau, Kasyf as-Satr ‘an Lailatil Qadr.
Syekh Ibnu Ajibah dalam kitab beliau, al-Futuhat al-Quddusiyyah, juga mengutip pernyataan seorang ulama: “Dan tidaklah Lailatul Qadar tiba, kecuali saat berjumpa dengan engkau, Baginda.” Pun Syekh Abdul Qadir al-Kuhani dalam kitab Munyah al-Faqir al-Mutajarrid mengutip ungkapan lain, yakni: “Sa’i menuju engkau adalah haji, dan berdiri di pintu engkau adalah wukuf seribu kali.” Curahan hati lainnya menyebutkan: “Setiap saat bersama kekasih hati (Rasulullah Saw.) sama dengan haji seribu kali.”
Bagaimanakah cara menjumpai beliau, agar terwujud Lailatul Qadar sesungguhnya?. Bacalah kitab al-Fawa’id an-Nabhaniyyah karangan Syekh Yusuf an-Nabhani. Di dalamnya diajarkan 40 cara untuk segera berjumpa dengan Rasulullah Saw.
_____________________
* Disampaikan di Masjid Besar at-Taqwa Pancor Lombok Timur NTB pada tanggal 27 Juni 2016.