Khutbah Idul Fithri, 1435 H. *

Sidang Idul Fithri yang berbahagia, hari ini adalah hari yang disebut dengan hari kemenangan. Penyebutan hari kemenangan bukanlah mengada-ada ataupun sekedar penyebutan semata, melainkan hari ini sungguh merupakan hari kemenangan, namun bagi mereka yang betul-betul meraih kemnangan. Kemenangan dimaksud adalah kemenagan dalam peperangan melawan hawa nafsu. Selama 30 atau 29 hari kita melakukan peperangan yang luar biasa melalui ibadah puasa. Rasulullah Saw. bersabda: “Kita telah berpindah dari peperangan yang kecil-kecilan menuju peperangan yang di luar kebiasaan, ialah perang melawan nafsu.” Ketika perang melawan orang kafir, maka orang kafir adalah musuh yang berada jauh dari kita. Sedangkan perang melawan nafsu adalah perang melawan musuh yang paling berbahaya dan berada di dalam diri kita sendiri. Rasulullah Saw. bersabda: “Musuh yang paling berbahaya bagi umat manusia adalah nafsu yang berada di dalam diri mereka.” Harapan kita, semoga di hari yang mulia ini, kita benar-benar merayakan kemenangan atas nafsu-nafsu yang selama ini menghancurkan hidup umat manusia.

Sidang Idul Fithri yang dirahmati Allah, “Setiap manusia terlahir tanpa noda,” sabda Baginda Nabi Saw. Hanya nafsu zakiyah nan suci yang melapisi hati manusia ketika ia baru lahir. Dengan kesucian hati itu, ia dapat menyaksikan alam gaib sekalipun. Ketika bayi menangis di malam hari, maka ia mungkin sedang melihat jin yang menyeramkan. Dan ketika tersenyum atau tertawa, ia sedang baemain dengan malaikat. Semua itu dapat kita lihat sewaktu suci, namun karena belum matangnya akal, semua itu terlupakan di masa akil baligh. Sebagaimana sabda Rasul Saw., begitu anak mulai berbuat salah, karena dipengaruhi didikan, lingkungan maupun pergaulan, mulai muncul titik-titik hitam di permukaan hatinya. Dan ketika kesalahan itu terus diulang ataupun berkembang dan semakin menjadi-jadi, maka noda-noda itu semakin menebal hingga terbentuk sebuah nafsu mardhiyah, kemudian nafsu radhiyah, lalu nafsu muthma’innah. Nafsu muthma’innah adalah nafsu yang sudah mulai menjauh dari Tuhan, sehingga Allah pun memanggil, “Wahai nafsu muthma’innah, kembalilah ke Tuhanmu!.”

Dosa pun semakin membengkak, sehingga terbentuk nafsu mulhamah, lalu nafsu lawwamah, kemudian nafsu ammarah bissu’. Nafsu-nafsu itu telah menutupi nafsu zakiyah hingga mata hati menjadi terpejam nan gelap gulita. Manusia bernafsu tak lagi dapat menyaksikan hal-hal halus yang indah di sekitarnya dan ia senantiasa terdongkrak untuk melakukan maksiat. Nafsu-nafsu itupun menjadi tempat tinggal bagi setan dan keluarganya. Sesungguhnya setan tak mampu memasuki hati yang belum tersedia rumah buatnya. Rumah itu adalah nafsu. Kita sendiri lah yang membangun rumah itu buat setan sang penggoda. Tak heran, mengapa di bulan suci masih ada maksiat, sebab setan memang dibelenggu, namun rumahnya dengan segala perabotan dan perlengkapannya masih eksis bahkan kokoh di dalam jiwa. Jangalah kita justru merawat ataupun merenovasinya agar lebih nyaman buat setan. Akan tetapi, runtuhkanlah, robohkanlah, hancurkanlah dan perangilah, sehingga nafsu zakiyah pun kembali bersua nan hati bercahaya.

Selain membersihkan hati dari nafsu dengan melaksanakan ibadah puasa, ibadah zakat juga sangat berperan dalam penyucian tersebut. Kata zakat saja mengandung makna suci dan penyucian. Dengan toleransi kita kepada orang-orang lemah, maka insya Allah hati pun menjadi lebih bersih dan terlindungi dari noda-noda.

____________________

* Disampaikan di Masjid an-Namirah Montong Beter Rensing Sakra Barat Lombok Timur NTB.