Rangkuman Ceramah Malam Tahun Baru 1440 H. *

– Membaca doa akhir dan awal tahun meskipun bukan ajaran Nabi melainkan ajaran/tradisi para ulama, ia tidak disebut bid’ah, akan tetapi sunnah. Yang menyebutnya sunnah adalah Nabi sendiri dalam sabda beliau: “Barangsiapa membuat sunnah hasanah (tradisi baik) dalam Islam maka ia mendapat pahalanya dan pahala orang-orang yang melakukannya hingga hari kiamat.” Beliau sekali-kali tidak mengatakan: “Barangsiapa membuat bid’ah hasanah.” Maka doa-doa tersebut adalah sunnah, bukan bid’ah. Dan yang mengamalkannya bukan ahlul bid’ah, akan tetapi ahlussunah.

– Jangan pernah cukup dengan doa-doa yang diajarkan oleh Nabi saja (ma’tsurat), sebab Nabi sendiri dalam Shahih Bukhari menganjurkan untuk berdoa dengan doa apa saja yang disukai di dalam shalat (sebelum salam). Artinya, jangan cukup dengan doa tahiyat (ajaran Nabi) saja, tetapi lanjutkan dengan doa apa saja yang diinginkan. Jika hal itu dibolehkan bahkan dianjurkan di dalam shalat, maka lebih-lebih di luar shalat, jangan ada yang berani melarang, apalagi bedalih cukup dengan doa yang pernah Nabi ajarkan.

– Jika kita berdoa dengan doa-doa yang diajarkan oleh ulama (seperti hizib dan doa akhir maupun awal tahun), itu artinya kita tahu diri. Pasalnya, yang paling takut kepada Allah adalah para ulama, maka yang paling mengerti adab (etika) kepada Allah -tak terkecuali dalam hal berdoa- adalah para ulama.

– “Doa adalah senjata orang mukmin,” sabda Rasulullah Saw. Maka para ulama dan auliya adalah para ahli yang pandai merakit senjata tersebut, sehingga doa-doa para ulama dan auliya dapat menembus semua langit hingga cepat sampai kepada Allah lalu dikabulkan oleh-Nya.

– Allah sendiri memerintahkan untuk bertanya kepada ahli zikir. Menunjukkan bahwa zikir dan doa sudah ada ahlinya yang harus didatangi lalu dimintai zikir dan doa beserta ijazahnya. Dalam sebuah hadits pun ditegaskan: “Apabila suatu perkara tidak diserahkan kepada ahlinya, maka tunggulah kiamat tiba.”

– Merayakan tahun baru hijriyah hakikatnya adalah mengenang dan memperingati sebuah peristiwa agung yakni hijrah Rasulullah Saw. di mana terdapat di dalamnya banyak pesan mulia, antara lain adalah cinta tanah air (hubbul wathan).

– Ketika Rasulullah Saw. berhijrah meninggalkan tanah kelahiran beliau, yaitu kota suci Makkah, beliau mengutarakan kata-kata perpisahan kepada tanah Makkah yang beliau cintai. Beliau bersabda: “Betapa sucinya engkau wahai Makkah, dan betapa engkau sangat dicintai olehku. Kalau saja kaumku tidak mengusirku darimu, maka aku takkan mungkin meninggalkanmu.” Melalui hadits ini Rasulullah Saw. ingin meneladankan cinta tanah air kepada kita semua.

– Begitu Rasulullah Saw. tiba di Madinah dan mulai menetap padanya, beliaupun berdoa: “Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana cinta kami kepada Makkah atau lebih cinta lagi.” Melalui doa ini, beliau mengajarkan bahwa apabila kita belum mencintai tanah air kita sendiri, maka semestinya kita terus berusaha dan berdoa agar cinta tanah air dapat tumbuh dalam hati kita.

– Allah pun mengabulkan doa Nabi-Nya, sehingga cinta kepada Madinah membuat beliaupun cinta kepada produk yang dihasilkan oleh Madinah, ialah kurma Ajwa. Beliau sangat mencintai kurma Ajwa, apakah karena rasa ataupun khasiatnya? Sesungguhnya dikarenakan cinta tanah air yang begitu mekar dalam hati beliau. Dengan demikian maka cinta tanah air dan cinta produk dalam negeri adalah bagian dari ajaran serta tuntunan (sunnah) Rasulullah Saw.

– Hijrah sesungguhnya bukanlah meninggalkan tanah air tercinta, melainkan sebagaimana sabda Baginda: “Orang yang berhijrah sesungguhnya adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah Swt.

___________________
* Disampaikan di Musholla al-Abror Pancor Lombok Timur NTB sehabis Maghrib, 10 Sepember 2018.